Menurut
FAO, limbah makanan merupakan jumlah limbah yang dihasilkan pada saat proses
pembuatan makanan maupun setelah kegiatan makan yang berhubungan dengan perilaku
penjual dan konsumennya. Limbah makanan dapat
berasal dari rumah tangga, kafe, mall
dan lain sebagainya. Melimpahnya limbah makanan menjadi perhatian masyarakat
global dikarenakan memberikan kontribusi negatif yang signifikan. Berdasarkan data
terakhir, sampai pada tahun 2010 seluruh penduduk dunia menghasilkan limbah
makanan sebanyak 1,3 triliun ton. Kebanyakan limbah makanan tersebut ‘sengaja
dibuang secara percuma’ bukan karena mengalami pembusukan ataupun telah
mencapai masa kadaluwarsa.
Di lain sisi, masih banyak penduduk yang
kekurangan makanan dan berusaha untuk mencapai standar hidup normal yaitu $2
per hari menurut standar kemiskinan World
Bank. Hal ini tentunya membentuk fenomena ketimpangan antara penduduk yang
memiliki kelebihan makanan dan kekurangan makanan. Fenomena miris tersebut
semakin terlihat di berbagai ibukota negara yang sejatinya sebagai tempat
urbanisasi dan membentuk angka ketimpangan yang sangat tinggi. Namun, limbah
ibukota seperti Jakarta, limbah makanan didominasi oleh penduduk yang kelebihan
makanan dengan proporsi sebesar 54%
limbah makanan dari total keseluruhan macam-macam limbah sebanyak
2.737.500 ton per tahun.
Kondisi
memprihatinkan yang telah disebutkan diatas menyebabkan limbah makanan menjadi
isu permasalahan penting karena memberikan dampak sosial, lingkungan dan
global. Dampak sosial yang dapat dirasakan adalah kesehatan masyarakat yang
semakin memburuk yang dapat diakibatkan oleh timbunan limbah makanan yang
membusuk. Secara tidak sadar, setiap orang yang terlibat dalam pembuangan limbah
makanan secara sengaja maupun tidak sengaja akan merugikan orang lain atau
dikenal dengan istilah eksternalitas negatif. Tak jarang kita melihat masyarakat atau anak
kecil yang terjangkit penyakit disentri dikarenakan kondisi pemukiman yang
berlokasi di dekat Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dan berpotensi untuk
menyebarkan bakteri.
Selain
itu, dampak lingkungan yang kurang diperhatikan oleh publik adalah pemborosan
sumber daya dan energi secara tidak langsung. Proses produksi membutuhkan
berbagai sumber daya untuk menghasilkan barang jadi (barang siap konsumsi).
Oleh karena itu, apabila kita membuang makanan maka kita juga turut membuang
secara percuma sumber daya yang terlibat dalam proses pembuatannya. Contohnya
apabila individu membuang 1 lembar roti maka secara tidak langsung individu
tersebut membuang air, tepung atau bahkan gandum yang ditanam sejumlah yang
dibutuhkan untuk memproduksi satu lembar roti.
Tak
hanya dampak lingkungan, limbah makanan dapat memperburuk keadaan global. Limbah
makanan menghasilkan gas metana yang memiliki kadar 23 kali lebih berbahaya
daripada gas karbon dioksida. Gas metana yang dihasilkan dapat diklasifikasikan
menjadi Green House Gas (GHG) yang
membahayakan lapisan ozon dunia. Hal ini berimplikasi pada peningkatan suhu permukaan
bumi 1 sampai 5 derajat celcius.
Kondisi
permasalahan limbah makanan yang kompleks dapat dicegah dan diminimalisir
dengan memanfaatkan eksistensi teknologi dan informasi. E-FoodWaste adalah kolaborasi teknologi canggih dan limbah makanan berbentuk
vending machine yang berfungsi
sebagai ATM. E-FoodWaste merupakan
teknologi masa depan yang akan membuat manusia lebih cerdas dalam mengurangi
dampak negatif limbah makanan. Penggunaan E-FoodWaste
akan dilakukan setelah riset khusus mengenai respons masyarakat terhadap
pentingnya teknologi ini. Apabila respons yang didapatkan adalah positif maka
tahap perencanaan teknologi akan dilakukan.
Skema Sistem Kerja E-FoodWaste
Sumber: google.com, Diolah oleh penulis
|
Perencanaan
sistem kerja yang ditawarkan oleh E-FoodWaste
dapat dilihat dari skema diatas. Tahapan pertama yaitu konsumen atau
pengguna E-FoodWaste membawa sejumlah
limbah makanan yang sudah dipilah terlebih dahulu dari limbah anorganik
(misalnya bungkus plastik, box makanan). Setelah itu, konsumen memasukkan
limbahnya ke dalam wadah penampung di mesin E-FoodWaste
yang sekaligus menjadi alat timbang limbah. E-FoodWaste akan mengkalkulasi berat limbah makanan (dalam satuan
kilogram) yang nantinya digunakan sebagai perhitungan jumlah uang yang akan
didapatkan oleh konsumen. Harga perkilogram dari limbah makanan ini adalah Rp
1000 per kilogram. Angka ini bisa terbilang kecil namun hal ini menjadi tahapan
dini teknologi E-FoodWaste untuk
semakin berkembang. Setidaknya, uang yang diperoleh dapat digunakan sebagai
insentif masyarakat untuk tetap menggunakan teknologi E-FoodWaste.
Selain
itu, limbah makanan yang terkumpul did alam penampung E-FoodWaste akan diolah menjadi pupuk kompos dan biogas yang akan
dikemas dengan tabung gas. Hasil olahan berupa pupuk kompos akan didonasikan
untuk petani dan biogas akan diberikan gratis kepada rumah tangga miskin. Bagi
konsumen yang turut berpartisipasi menggunakan E-FoodWaste akan diberikan voucher donasi. Secara eksplisit, E-FoodWaste berfungsi untuk meningkatkan
kepedulian terhadap sesama.
E-FoodWaste akan
dilakukan secara terjadwal dan berkeliling di setiap region. Hal ini ditujukan untuk mendapatkan hasil yang konsisten
dalam jangka panjang. E-FoodWaste terjadwal
dilakukan sesuai skedul antara 1 sampai 2 hari sekali dan konsumen yang
memiliki limbah makanan diharapkan dapat menyetorkan limbahnya ke E-FoodWaste pada waktu yang telah
ditentukan. E-FoodWaste yang
berkeliling merupakan tahapan awal untuk menarik perhatian konsumen dan
membangun kebiasaan rajin untuk membuang limbah makanan. Jika E-FoodWaste telah berkembang pesat dan
berjalan lancar maka lokasi E-FoodWaste akan
diletakkan dibeberapa titik saja tidak perlu berkeliling.
Namun,
untuk mendapatkan perhatian masyarakat terhadap teknologi E-FoodWaste maka diperlukan promosi langsung dan kerjasama dari beberapa
penggerak di setiap daerah. Contohnya daerah Sukatani yang memiliki ketua RT
diotoritaskan untuk mengajak para warganya menggunakan E-FoodWaste. Hal ini dikarenakan untuk mengenalkan teknologi yang
masih asing lebih tepat menggunakan pendekatan secara perlahan dengan lingkup
yang kecil. Proyek jangka panjang E-FoodWaste
akan bekerjasama dengan berbagai pusat pembelanjaan, restoran ataupun
kantin yang berpotensi memiliki limbah makanan dengan jumlah melimpah.
E-FoodWaste mencoba
untuk membangun generasi yang ‘smart,
clean and wise’ dan menjadikan kota yang selaras dan harmoni dengan alam.
Generasi smart diartikan sebagai
masyarakat yang dapat memanfaatkan teknologi untuk hal-hal yang positif yaitu
meminimalisir dan memilah sampah. Generasi clean
merupakan masyarakat yang dapat hidup dengan kebersihan dan mengindahkan
bumi untuk bersih dari limbah makanan. Terakhir adalah generasi wise yang dapat diartikan sebagai
masyarakat yang secara bijaksana dalam memilih dan bertanggungjawab terhadap
makanan yang dikonsumsinya. Tindakan besar diawali dengan tindakan kecil dan
kebersihan bumi diawali dengan kebersihan diri sendiri. Oleh karena itu, E-FoodWaste diharapkan dapat menjadi
solusi limbah makanan sekarang dan masa depan untuk menciptakan kehidupan bersih
yang berkelanjutan.
Smart City Indonesia. PT Gamatechno Indonesia.
Referensi:
Anggana, Rizka Dwipa. 2013. Fakta Tentang Sampah Makanan (Food Waste). Diakses dari www.banksampahmelatibersih.com
Hartriani, Jeany. 2016. Makanan, Penyumbang Utama Sampah Jakarta. Diakses dari www.katadata.co.id
Kophi Sulsel. Mengenal "Sampah Makanan", Salah Satu Kontributor Perubahan Iklim. Diakses dari https://kophisulsel.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar