Senin, 13 Februari 2017

E-FoodWaste, Solusi Limbah Makanan di Indonesia



Menurut FAO, limbah makanan merupakan jumlah limbah yang dihasilkan pada saat proses pembuatan makanan maupun setelah kegiatan makan yang berhubungan dengan perilaku penjual dan konsumennya. Limbah makanan dapat  berasal dari rumah tangga, kafe, mall dan lain sebagainya. Melimpahnya limbah makanan menjadi perhatian masyarakat global dikarenakan memberikan kontribusi negatif yang signifikan. Berdasarkan data terakhir, sampai pada tahun 2010 seluruh penduduk dunia menghasilkan limbah makanan sebanyak 1,3 triliun ton. Kebanyakan limbah makanan tersebut ‘sengaja dibuang secara percuma’ bukan karena mengalami pembusukan ataupun telah mencapai masa kadaluwarsa.

 Di lain sisi, masih banyak penduduk yang kekurangan makanan dan berusaha untuk mencapai standar hidup normal yaitu $2 per hari menurut standar kemiskinan World Bank. Hal ini tentunya membentuk fenomena ketimpangan antara penduduk yang memiliki kelebihan makanan dan kekurangan makanan. Fenomena miris tersebut semakin terlihat di berbagai ibukota negara yang sejatinya sebagai tempat urbanisasi dan membentuk angka ketimpangan yang sangat tinggi. Namun, limbah ibukota seperti Jakarta, limbah makanan didominasi oleh penduduk yang kelebihan makanan dengan proporsi sebesar 54%  limbah makanan dari total keseluruhan macam-macam limbah sebanyak 2.737.500 ton  per tahun.

Kondisi memprihatinkan yang telah disebutkan diatas menyebabkan limbah makanan menjadi isu permasalahan penting karena memberikan dampak sosial, lingkungan dan global. Dampak sosial yang dapat dirasakan adalah kesehatan masyarakat yang semakin memburuk yang dapat diakibatkan oleh timbunan limbah makanan yang membusuk. Secara tidak sadar, setiap orang yang terlibat dalam pembuangan limbah makanan secara sengaja maupun tidak sengaja akan merugikan orang lain atau dikenal dengan istilah eksternalitas negatif.  Tak jarang kita melihat masyarakat atau anak kecil yang terjangkit penyakit disentri dikarenakan kondisi pemukiman yang berlokasi di dekat Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dan berpotensi untuk menyebarkan bakteri.

Selain itu, dampak lingkungan yang kurang diperhatikan oleh publik adalah pemborosan sumber daya dan energi secara tidak langsung. Proses produksi membutuhkan berbagai sumber daya untuk menghasilkan barang jadi (barang siap konsumsi). Oleh karena itu, apabila kita membuang makanan maka kita juga turut membuang secara percuma sumber daya yang terlibat dalam proses pembuatannya. Contohnya apabila individu membuang 1 lembar roti maka secara tidak langsung individu tersebut membuang air, tepung atau bahkan gandum yang ditanam sejumlah yang dibutuhkan untuk memproduksi satu lembar roti.

Tak hanya dampak lingkungan, limbah makanan dapat memperburuk keadaan global. Limbah makanan menghasilkan gas metana yang memiliki kadar 23 kali lebih berbahaya daripada gas karbon dioksida. Gas metana yang dihasilkan dapat diklasifikasikan menjadi Green House Gas (GHG) yang membahayakan lapisan ozon dunia. Hal ini berimplikasi pada peningkatan suhu permukaan bumi 1 sampai 5 derajat celcius.

Kondisi permasalahan limbah makanan yang kompleks dapat dicegah dan diminimalisir dengan memanfaatkan eksistensi teknologi dan informasi. E-FoodWaste adalah kolaborasi teknologi canggih dan limbah makanan berbentuk vending machine yang berfungsi sebagai ATM. E-FoodWaste merupakan teknologi masa depan yang akan membuat manusia lebih cerdas dalam mengurangi dampak negatif limbah makanan. Penggunaan E-FoodWaste akan dilakukan setelah riset khusus mengenai respons masyarakat terhadap pentingnya teknologi ini. Apabila respons yang didapatkan adalah positif maka tahap perencanaan teknologi akan dilakukan.

Skema Sistem Kerja E-FoodWaste
Sumber: google.com, Diolah oleh penulis


Perencanaan sistem kerja yang ditawarkan oleh E-FoodWaste dapat dilihat dari skema diatas. Tahapan pertama yaitu konsumen atau pengguna E-FoodWaste membawa sejumlah limbah makanan yang sudah dipilah terlebih dahulu dari limbah anorganik (misalnya bungkus plastik, box makanan). Setelah itu, konsumen memasukkan limbahnya ke dalam wadah penampung di mesin E-FoodWaste yang sekaligus menjadi alat timbang limbah. E-FoodWaste akan mengkalkulasi berat limbah makanan (dalam satuan kilogram) yang nantinya digunakan sebagai perhitungan jumlah uang yang akan didapatkan oleh konsumen. Harga perkilogram dari limbah makanan ini adalah Rp 1000 per kilogram. Angka ini bisa terbilang kecil namun hal ini menjadi tahapan dini teknologi E-FoodWaste untuk semakin berkembang. Setidaknya, uang yang diperoleh dapat digunakan sebagai insentif masyarakat untuk tetap menggunakan teknologi E-FoodWaste.

Selain itu, limbah makanan yang terkumpul did alam penampung E-FoodWaste akan diolah menjadi pupuk kompos dan biogas yang akan dikemas dengan tabung gas. Hasil olahan berupa pupuk kompos akan didonasikan untuk petani dan biogas akan diberikan gratis kepada rumah tangga miskin. Bagi konsumen yang turut berpartisipasi menggunakan E-FoodWaste akan diberikan voucher donasi. Secara eksplisit, E-FoodWaste berfungsi untuk meningkatkan kepedulian terhadap sesama.

E-FoodWaste akan dilakukan secara terjadwal dan berkeliling di setiap region. Hal ini ditujukan untuk mendapatkan hasil yang konsisten dalam jangka panjang. E-FoodWaste terjadwal dilakukan sesuai skedul antara 1 sampai 2 hari sekali dan konsumen yang memiliki limbah makanan diharapkan dapat menyetorkan limbahnya ke E-FoodWaste pada waktu yang telah ditentukan. E-FoodWaste yang berkeliling merupakan tahapan awal untuk menarik perhatian konsumen dan membangun kebiasaan rajin untuk membuang limbah makanan. Jika E-FoodWaste telah berkembang pesat dan berjalan lancar maka lokasi E-FoodWaste akan diletakkan dibeberapa titik saja tidak perlu berkeliling.

Namun, untuk mendapatkan perhatian masyarakat terhadap teknologi E-FoodWaste maka diperlukan promosi langsung dan kerjasama dari beberapa penggerak di setiap daerah. Contohnya daerah Sukatani yang memiliki ketua RT diotoritaskan untuk mengajak para warganya menggunakan E-FoodWaste. Hal ini dikarenakan untuk mengenalkan teknologi yang masih asing lebih tepat menggunakan pendekatan secara perlahan dengan lingkup yang kecil. Proyek jangka panjang E-FoodWaste akan bekerjasama dengan berbagai pusat pembelanjaan, restoran ataupun kantin yang berpotensi memiliki limbah makanan dengan jumlah melimpah.   

E-FoodWaste mencoba untuk membangun generasi yang ‘smart, clean and wise’ dan menjadikan kota yang selaras dan harmoni dengan alam. Generasi smart diartikan sebagai masyarakat yang dapat memanfaatkan teknologi untuk hal-hal yang positif yaitu meminimalisir dan memilah sampah. Generasi clean merupakan masyarakat yang dapat hidup dengan kebersihan dan mengindahkan bumi untuk bersih dari limbah makanan. Terakhir adalah generasi wise yang dapat diartikan sebagai masyarakat yang secara bijaksana dalam memilih dan bertanggungjawab terhadap makanan yang dikonsumsinya. Tindakan besar diawali dengan tindakan kecil dan kebersihan bumi diawali dengan kebersihan diri sendiri. Oleh karena itu, E-FoodWaste diharapkan dapat menjadi solusi limbah makanan sekarang dan masa depan untuk menciptakan kehidupan bersih yang berkelanjutan. 
Smart City Indonesia. PT Gamatechno Indonesia.
Referensi:
Anggana, Rizka Dwipa. 2013. Fakta Tentang Sampah Makanan (Food Waste). Diakses dari www.banksampahmelatibersih.com
Hartriani, Jeany. 2016. Makanan, Penyumbang Utama Sampah Jakarta. Diakses dari www.katadata.co.id 
Kophi Sulsel. Mengenal "Sampah Makanan", Salah Satu Kontributor Perubahan Iklim. Diakses dari  https://kophisulsel.wordpress.com
  



Tidak ada komentar:

Posting Komentar